DASAR-DASAR PENELITIAN DAN PENULISAN SEJARAH

          


 Terdapat metode penelitian sejarah yang harus dilakukan oleh seorang Sejarawan sebelum melakukan proses penulisan sejarah. Metode penelitian dalam studi sejarah merupakan seperangkat aturan dan prinsip sistematis dalam mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara sistematis, menilainya secara kristis, dan mengajukan sintesis secara tertulis atau suatu prosedur dalam menyusun detail-detail yang telah disimpulkan dari dokumen-dokumen otentik menjadi suatu kisah yang saling berhubungan. Kontowijoyo mengartikan metode sejarah sebagai petunjuk pelaksanaan dan teknis tentang bahan, kritik, dan interpretasi sejarah serta penyajian dalam bentuk tulisan. [1] Adapun tahapan dalam penelitian sejarah, yaitu :

1.       Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Dalam penelitian sosial, proses pengumpulan data merupakan faktor kunci yang menentukan kualitas suatu penelitian serta sukses maupun gagalnya. Dengan demikian, hal-hal yang terkait pengumpulan data harus diperhatikan oleh seorang peneliti. [2]

Tahapan kerja dari metode sejarah tidak dapat ditukar balik antara tahapan yang satu dengan yang lain mengingat dalam tahapan kerjanya sangatlah bersifat sistematis. Tahapan awal dari beberapa tahapan kerja metode sejarah maupun penelitian yang akan dilakukan ini yaitu heuristik atau pengumpulan sumber sejarah. Lebih jauh Lucey berpendapat bahwa “Heuristik adalah ilmu yang mengkaji tentang sumber-sumber”[3], jadi tahapan  heuristik  tak  hanya mengumpulkan sumber sejarah saja tetapi juga mengkaji sumber yang diperoleh tersebut.

Sumber sejarah menjiwai seluruh proses penulisan atau penelitian sejarah sebab seluruh jenis tulisan atau penelitian tentang sejarah menempatkan sumber  sejarah sebagai syarat mutlak yang harus ada.[4] Oleh karenanya penelitian hingga proses penulisan sejarah pada bahan kajian buku ini menggunakan dua jenis sumber sejarah, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer yang sifatnya tertulis didapatkan dengan mendatangi orang-orang yang berada atau terlibat langsung peristiwa Rante Balla yang masih menyimpan arsip (dokumen) yang berkaitan dengan peristiwa. Sedangkan sumber primer yang sifatnya tidak tertulis diperoleh dari penuturan langsung pelaku-pelaku sejarah yang mengetahui persis peristiwa tersebut yang didapatkan melalui metode wawancara.

Sementara sumber data sekunder, yaitu data yang peneliti peroleh dari sumber lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan obyek kajian ini.

Sumber sekunder ini berupa keterangan dari tokoh yang mendalami atau memiliki pengetahuan tentang perpindahan masyarakat Rante Balla ke Rantai Damai. Sedangkan sumber sekunder yang sifatnya tertulis, penulis memperolehnya dari buku atau catatan yang berkaitan dengan proses perpindahan masyarakat Rante Balla, buku sejarah, artikel serta hasil penelitian.

2.      Kritik Sumber

Setelah sumber terkumpul tahap selanjutnya dalam  metode penelitian yaitu kritik sumber, di mana tahap ini dilakukan untuk menganalisa sumber yang ada untuk menentukan otensititas (keaslian sumber) dan kredibilitas (tingkat kebenaran informasi). Tidak semua sumber sejarah yang kita peroleh atau dikumpulkan dapat langsung digunakan untuk proses penulisan sejarah.[5]

Tahapan kritik ini tentu saja memiliki tujuan tertentu dalam pelaksanaannya. Menurut Sjamsuddin dikatakan bahwa :

“ Tujuan dari kegiatan itu ialah setelah sejarawan berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya ia harus menyaringnnya secara kritis, terutama pada sumber-sumber pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkah-langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber.” [6]

 

Seorang sejarawan memang dituntut teliti untuk mengamati dan menentukan sumber sejarah tesebut validuntuk disebut sebagai fakta sejarah. Di dalam metode sejarah kritik sumber terbagi menjadi dua bagian, yaitu kritik eksternal dan kritik internal dan harus dilakukan secara sistematis yakni diawali dengan kritik eksternal dan kemudian kritik internal.

a.       Kritik Eksternal

Adapun yang dimaksud dengan kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak.[7] Lebih singkatnya, sedapat mungkin kritik eksternal menegakkan otensitas dan integritas dari sumber itu.

b.      Kritik Internal

Kebalikan dari kritik eksternal, kritik internal sebagaimana tercermin oleh istilahnya lebih menekankan aspek “dalam” yaitu dari isi sumber: kesaksian (testimoni).[8] Kritik internal dilakukan dengan mengadakan evaluasi terhadap informasi yang diberikan oleh saksi atau penulis dan memutuskan apakah kesaksian tersebut dapat diandalkan atau tidak.

3.      Interpretasi

Tahap ketiga di dalam metode sejarah ialah interpretasi. Pada tahap ini dituntut kecermatan dan sikap objektif sejarawan, terutama dalam hal interpretasi subjektif terhadap fakta sejarah.[9] Tentu akan banyak sikap subjektif yang diberikan oleh saksi atau penulis dalam mengemukakan fakta sejarah. Hal ini menjadi tugas peneliti untuk menganalisa dan mensintesiskan fakta sejarah tersebut dengan informan atau sumber-sumber yang lain.

Harmonisasi kehidupan masyarakat Rante Balla sebelum terjadinya peristiwa Rante Balla dapat kita intrepretasikan berjalan dengan baik dan mayoritas masyarakat beragama Kristen Protestan. Dan yang menjadi faktor dominan masyarakat Rante Balla melakukan perpindahan ke daerah Rantai Damai lebih didominasi oleh faktor psikologis dibanding faktor-faktor lainnya. Selain itu, kesamaan budaya tidak menyulitkan masyarakat Rante Balla untuk hidup di daerah baru selain ada potensi yang sifatnya ekonomis maupun geografis yang ada di daerah Rantai Damai yang membuat daerah ini menjadi daerah permukiman tetap masyarakat Rante Balla setelah proses perpindahan yang mereka lakukan.

4.      Historiografi

Tahap terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi atau penulisan sejarah. Setelah semua proses di dalam metode sejarah dilaksanakan akan dihasilkan fakta sejarah yang sudah dapat dikatakan  valid untuk dimasukkan dalam sebuah penulisan cerita sejarah. Pada tahap ini, menurut G.J. Reiner sejarawan akan mengadakan, apa yang dikatakan sebagai serialisasi dalam cerita sejarah. Dan setiap tuturan sejarah haruslah memperhatikan tiga aspek utama, yaitu kronologi, kausalitas, dan imajinasi.[10] Sehingga menghasilkan sebuah karya atau cerita sejarah yang kualitasnya baik.

 



[1] Abdul Rahman Hamid dan Muh. Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, (Makassar :

Rayhan Intermedia, 2007), hlm. 48.

[2] Ahmadin, Metode Penelitian Sosial, (Makassar: Rayhan Intermedia, 2013), hlm. 96.

[3] Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007), hlm. 96.

[4] Abdul Rahman Hamid, Op. Cit., hlm. 49.

[5] Ibid,hlm. 53

[6] Helius Sjamsuddin, Op. Cit., hlm. 131.

[7] Ibid, hlm. 133.

[8] Ibid, hlm. 143.

[9] Abdul Rahman Hamid, Op. Cit.,hlm. 56.

[10] Ibid, hlm. 57-58. 

Comments

Popular Posts