Teori – Teori Mengenai Proses Masuknya Islam ke Indonesia
Masjid Wapauwe, Negeri Hila
Pencetus utama teori India adalah
Pijnappel,seorang Profesor Bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda.
Diamengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia (Nusantara) bukan berasal dari
Arab, tetapi berasal dari India, terutama dari pantai barat,yaitu daerah
Gujarat dan Malabar. Sebelum Islam sampai ke Indonesia,banyak orang Arab
bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap diwilayah India. Dari sana,
selanjutnya Islam menyebar ke Indonesia(Nusantara).
Teori tersebut kemudian direvisi oleh Cristian Snouck
Hurgronje,menurutnya Islam yang tersebar di Indonesia berasal dari wilayah Malabar
dan Coromandel, dua kota yang berada di India selatan, setelah Islam berpijak
kuat di wilayah tersebut. Penduduk yang berasal Daccan bertindak sebagai
perantara dagang antara negeri-negeri Islam dengan penduduk Indonesia.
Selanjutnya, orang-orang dari Daccan dalam jumlah besar menetap di kota-kota
pelabuhan di kepulauan Indonesia untukmenyemaikan benih-benih Islam tersebut.
Baru setelah itu, datanglah orang-orang Arab yang melanjutkan Islamisasi di
Indonesia.
Orang-orang ini menemukan kesempatan baik untuk menunjukkan
keahlianorganisasinya sehingga mereka banyak yang bertindak selaku ulama,
penguasa-penguasa agama dan sultan yang sering bertindak sebagai penegak
pembentukan negeri-negeri baru.
Alasan Snouck
Hurgronje bahwa Islam di Indonesia berasal dari Daccan adalah adanya kesamaan
tentang paham Syafi’iyah yang kini masih berlaku di Pantai Coromandel.Hurgronje
juga menyebutkan bahwa abad ke 12 sebagai periode yang paling mungkin dari awal
penyebaran Islam di Nusantara.
Pendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari anak Benua India juga
dikemukakan oleh J.P. Moquette yang berkesimpulan bahwa tempat asal Islam di
Nusantara adalah Gujarat, India. Pendapat ini didasarkan pada pengamatan
Moquette terhadap bentuk batu nisan di Pasai yang berangka 17 Dzulhijjah 831
H/27 September 1297 M. Dia juga mengamati bentuk batu nisan pada makam Maulana Malik Ibrahim (w.822
H/1419 M) di Gresik, Jawa Timur. Ternyata bentuk batu nisan di kedua makam
tersebut sama dengan batu nisan di Cambay, Gujarat, sebelah selatan India. Dari
fakta ini, Moquette mengintepretasikan bahwa batu nisan di Gujarat dihasilkan
bukan hanya untuk pasar lokal, tetapi juga untuk ekspor ke kawasan lain,
termasuk Jawa dan Sumatera. Hubungan bisnis ini memungkinkan orang-orang
Nusantara mengambil Islam dari Gujarat.
Teori Gujarat sebagai tempat asal Islam di Nusantara dipandang mempunyai
kelemahan oleh Marisson. Alasannya, meskipun batu-batu nisan tersebut berasal
dari Gujarat atau Bengal, bukan berarti Islam berasal dari sana. Dikatakannya,
ketika Islamisasi Samudra-Pasai yang raja pertamanya wafat 698 H/1297 M,
Gujarat masih merupakan sebuah kerajaan bercorak Hindu. Baru pada satu tahun
berikutnya, Cambay, Gujarat ditaklukkan oleh kekuasaan Muslim. Ini artinya,
jika Islam di Indonesia disebarkan oleh orang-orang Gujarat pastilah Islam
telah menjadi agama yang mapan sebelum tahun 698 H/1297 M. Atas dasar tersebut,
Marisson menyimpulkan bahwa Islam di Indonesia bukan berasal dar Gujarat,
tetapi dibawa para pendakwah muslim dari Pantai Coromandel pada akhir abad
ke-13.
Beberapa kesimpulan yang bisa diambil, yaitu adapun yang menjadi
kelebihan dari teori ini yaitu Adanya batu nisan
sultan Samodra Pasai yaitu Sultan Malik Al Saleh tahun 1297 M dan makam Maulana
Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk
yang sama dengan batu nisan yang terdapat di Cambay, India; Hubungan dagang
Indonesia dengan India telah lama terjalin melalui jalur Indonesia - Cambay -
Timur Tengah – Eropa; Catatan Marco Polo bahwa di Perlak sudah banyak yang
memeluk Islam dan banyak pedagang Islam India yang menyebarkan Agama Islam.
Sedangkan kekurangan dari teori ini, yaitu Tidak dijelaskan
antara masuk dan berkembangnya Islam; Kerajaan Samudera Pasai menganut mahzab
Syafi'i, sedangkan Gujarat adalah penganut mahzab Hanafi; ketika islamisasi
Samodra Pasai, Gujarat masih merupakan sebuah Kerajaan Hindu, baru satu tahun
kemudian Gujarat ditaklukan oleh kekuasaan Muslim.
B.
Teori Mekkah
Teori Mekkah Penting diketahui, bahwa
Coromandel dan Malabar, menurut Arnold bukanlah satu-satunya tempat Islam
dibawa ke Nusantara. Islam di Indonesia juga dibawa oleh para pedagang dari
Arabia. Para pedagang Arab ini terlibat aktif dalam penyebaran Islam ketika mereka
dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak awal abad ke- 7 dan ke- 8 Masehi.
Asumsi ini didasarkan pada sumber-sumber China yang menyebutkan bahwa menjelang
perempatan ketiga abad ke- 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman
Arab Muslim di pesisir barat Sumatera. Bahkan, beberapa orang Arab ini telah
melakukan perkawinan campur dengan penduduk pribumi yang kemudian membentuk
inti sebuah komunitas Muslim yang para anggotanya telah memeluk agama Islam.
Teori Arab ini,
semula dikemukakan oleh Crawfurd yang mengatakan bahwa Islam dikenalkan pada
masyarakat Nusantara langsung dari Tanah Arab, meskipun hubungan bangsa
Melayu-Indonesia dengan umat Islam di pesisir Timur India juga merupakan faktor
penting. Teori Arab inididukung oleh Keyzer yang didasarkan pada persamaan mazhab Syafi’i yang dominan di
Indonesia. Keyzer berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari Mesir. Hal
senada juga dikemukakan oleh Niemann dan de Hollander, dengan sedikit revisi,
yang mengatakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Handramaut. Sementara
itu, P.J. Veth berpendapat bahwa hanya orang-orang Arab yang melakukan
perkawinan campur dengan penduduk pribumi yang berperan dalam penyebaran Islam
di pemukiman baru mereka di Nusantara. Dalam beberapa kali seminar yang digelar
tentang Kedatangan Islam keIndonesia yang diadakan pada tahu 1963 dan 1978,
disimpulkan bahwa Islam yang datang ke Indonesua langsung dari Arab, bukan dari
India. Islam datang pertama kali ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau abad ke- 7 M. Kemajuan perhubungan dan pelayaran pada abad-abad tersebut sangat
mungkin sebagai akibat persaingan di antara kerajaan-kerajaan besar ketika itu,
yakni kerajaan Bani Umayyah di Asia Barat, kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara,
dan kekuasaan China di bawah dinasti T’ang di Asia Timur.
Berdasarkan
pendapat Hamka, islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi atau tahun
pertama hijriah. Menurut Hamka jalur perdagangan antara Indonesia sudah ada
sejak jauh sebelum masehi. Bukti dari pendapat Hamka adalah adanya kesamaan
gelar raja antara gelar yang ada di Mesir dengan adanya ada di Kerajaan
Samudera Pasai, yakni Malik. Perlu kita ingat bahwa raja pertama dari Kerajaan
Samudera Pasai adalah Sultan Malik al Saleh.
Beberapa kesimpulan dari
materi ini, yaitu kelebihan teori ini
yaitu pada abad ke 7 Masehi, di Pantai Timur Sumatera Barat (Pantai Barus)
telah ada perkampungan Islam khas dinasti Bani Umayyah; Madzhab yang populer
pada saat itu khususnya di Samudera Pasai adalah Madzhab Syafi'i. Dimana madzhab
tersebut juga populer di Arab dan Mesir; Penggunaan gelar al-Malik pada
raja-raja Samudera Pasai yang hanya lazim ditemui pada budaya Islam Mesir.
Sedangkan kelemahan teori
ini, yaitu kurangnya bukti dan fakta yang menjelaskan peranan Bangsa Arab dalam
penyebaran luaskan Islam di Indonesia.
C. Teori Persia
Teori
ini berpendapat bahwa Islam masuk di Indonesia sejak awal Islam yakni abad
pertama Hijriyah, atau sekitar abad ke-7 Masehi yang dibawa oleh para pedagang
Persia yang beragama Islam dengan corak Syi'ah. Kehadiran pengaruh Persia dalam
masyarakat Indonesia memang tak terbantahkan. Persoalannya, apakah itu muncul
sejak awal Islam yakni abad ke-7 Masehi atau datang belakangan, hal ini masih
terus dalam perdebatan. Yang pasti, sejarah panjang Persia penuh dengan
beberapa kebanggaan.
Pembangun teori Persia di Indonesia adalah
P.A. Hoesein Djajadiningrat. Teori
Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di
kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan
Persia, antara lain: a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari
peringatan Syi’ah atas kematian syahidnya Husain. Peringatan ini berbentuk
pembuatan bubur Asyura. Di Minangkabau bulan Muharram disebut bulan
Hasan-Husein. Di Sumatera Tengah sebelah Barat, disebut bulan Tabut,
diperingati dengan mengarak keranda Husein untuk dilemparkan ke sungai atau ke
dalam perairan lainnya, b. Adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti Jenar dengan
ajaran Sufi Iran Al-Hallaj, c.
Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk
tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian
Al-Quran tingkat awal.
Adapun yang menjadi kelebihan dari teori ini,
yaitu kelebihan teori ini yaitu Kesamaan budaya
Islam Persia dan Islam Nusantara (seperti adanya peringatan Asyura dan
peringatan Tabut). Tradisi Tabut ini terdapat di daerah Bengkulu; kesamaan
ajaran Sufi yang diajarkan oleh Sekh Siti Jenar yang mirip dengan ajaran sufi
al-Hallaj yaitu, penyatuan Tuhan dengan Hambanya; Penggunaan
istilah yang berasal dari Persia dalam hal mengeja huruf Arab; Kesamaan dalam
hal seni kaligrafi pada beberapa batu nisan; Dan bukti maraknya aliran Islam
Syiah khas Iran pada awal masuknya Islam di Indonesia. Sedangkan kekurangan
dari teori ini yaitu pada abad ke 7, kekuasaan Islam di Timur Tengah
masih dalam genggaman Khalifah Bani Umayyah yang masih berada di Damaskus,
Baghdad, Mekkah, dan Madinah.
D.
Teori China
Sumber-sumber cina kuno
melaporkan bahwa ekspedisi arab datang ke cina di tahun kedua pemerintahan
kaisar Yung Way dari dinasti Tang, yaitu pada tahun 651 M (31H) di masa
pemerintahan khalifah Ustman.Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan
Islam ke Indonesia ( khususnya di Jawa ) berasal dari para perantau Cina. Orang
Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal
di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur
dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam
telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang.
Teori Cina menyatakan bahwa Islam yang masuk ke Nusantara ( terutama di P. Jawa
) dibawa oleh komunitas Cina-Muslim.
Teori ini dipelopori oleh Sumanto
al Qurtuby ( 2003 ) , yang data datanya diperkuat antara lain dari H.J. De
Graaf & Pigeaud ( 1985 , 1998 ) , Amen Budiman (1979) dan Denys Lombard (
1994 , 1996 ) serta Slamet Muljana ( cetakan kedua th. 2005 ). Sumanto Al
Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa
Dinasti Tang ( 618-960 ) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir
Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Eksistensi Cina Islam di jawa
pada abad pertengahan (khususnya abad ke-15/16) tersebut tidak hanya
terdapat di jawa timur saja melainkan hampir merata di sepanjang pesisir utara
jawa. Kesakasian atas eksistensi cina islam di jawa ini disaksikan oleh
pengelana Belanda, Loedewicks dan Ibn Baituta, pengembara asal maghrib.
Bukti-bukti yang menyebutkan
keberadaan muslim cina pada awal perkembangan islam di jawa ditunjukkan
dalam babad tanah djawi, serat
kandaning riggit purwa, carita(sadjarah) lasem, babad Cirebon, hikayat
hasanuddin, dan lain-lain. Selain itu juga dibuktikan dengan
adanya peninggalan kepurbakalaan cina seperti ukiran padas di masjid kuno Mantingan –Jepara, menara masjid di Pecinan
Banten, konstruksi pintu makam sunan giri di gresik, arsitektur keratin
Cirebon beserta taman sunyaragi, konstruksi masjid demak terutama soko
tatal penyangga masjid beserta lambing kura-kura, konstruksi masjid sekayu
di semarang, kelenteng ancol di Jakarta,kelenteng talang di Cirebon, kelenteng
gedung batu di simongan semarang, dan sebagainya.
Beberapa kesimpulan terkait teori ini yaitu
kelebihannya pada tahun 879 M, terjadi perpindahan orang-orang Islam dari
Canton ke Asia Tenggara (Kedah ke Palembang); Terdapat
masjid tua beraksitektur China di Pulau Jawa ; Berdasarkan
Hikayat Hasanudin dan Sejarah Banten, nama dan gelar raja-raja Demak ditulis
dengan menggunakan istilah China; Raja
pertama di Jawa (Raden Patah dari Bintaro Demak) merupakan keturunan China.
Ibunya disebutkan berasal dari China; Menurut
catatan China, pelabuhan-pelabuhan diduduki pertama-tama oleh pedagang China.
SUMBER REFERENSI
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
2016, Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Edisi Revisi 2017, Jakarta Indonesia,
Sejarah Indonesia, SMK/MAK, Kelas X, Bumi
Aksara
Jurnal : Dari Awal Islamisasi sampai periode kerajaan-kerajaan
Islam di Nusantara, Prof. Dr. Ahwan Mukarrom, MA
https://media.neliti.com/media/publications/
Juni 2016/16 Oktober 2016
Comments
Post a Comment