DARI RANTE BALLA MENUJU RANTAI DAMAI
Pembicaraan yang
dilakukan oleh Kepala Daerah Luwu, Datu Luwu, dan Opu Pabicara Luwu akhirnya
menunjuk sebuah tempat yang berada di sebelah timur Gunung Saragi. Daerah ini
dipilih karena masih merupakan tanah kosong yang sangat luas dan sangat baik
untuk tempat perkampungan serta persawahan. Berbeda dengan kondisi daerah yang
ada di Pongo’ dan Sukamulia yang merupakan rawa, tanah di daerah ini bukan
merupakan rawa dan terlihat subur. Selain itu, akses jalanan menuju ke tempat
ini sudah baik karena beberapa bagian jalanan sudah dapat dilalui oleh mobil.
Berikut keterangan Opu Pabicara Luwu menjawab pertanyaan Kepala Daerah Luwu
mengenai daerah yang akan diperuntukkan bagi pengungsi.
“Menurut saya tempat yang baik untuk
ditempati pengungsi itu yaitu daerah yang terletak di sebelah timur Gunung
Saragi, karena daerah itu terdapat tanah bebas yang sangat luas yang baik untuk
perkampungan dan tanah itu bukan tanah rawa. Tambahan pula adanya jalanan yang
dapat dilalui oto lewat kampung Campurejo kira-kira lebih 1 km. Ada lagi
jalanan yang menyimpang kanan panjangnya kira-kira lebih sedikit 1 km, tetapi
jalanan itu saya kira tidak dapat dilalui oto sekarang sebelum diperbaiki”[1]
Setelah
pembicaran tersebut, Kepala Daerah mengeluarkan undangan untuk peninjauan
lokasi tersebut. Rombongan yang diundang tersebut terdiri dari beberapa orang,
yaitu sebagai berikut.[2]
1. Dan
Jon 512 yaitu Kapten Agus.
2. Andi
Kasim yang mewakili kepala daerah.
3. H.A.
Pangerang Opu Pabicara yang mewakili pemerintah swapraja Luwu.
4. Andi
Matjtja yang mewakili KPN Palopo.
5. Beberapa
ketua partai dan ormas, diantaranya H. Muchtar yang berasal dari
Masumi/Muhammadiyah.
6. Kepala
Distrik Rante Balla.
7. Kepala
Distrik Walenrang, dan beberapa orang yang lain.
Sesampainya
di daerah tersebut Opu Pabicara Luwu menerangkan bahwa tanah tersebut adalah
tanah yang luas dan baik untuk perkampungan dan sekitarnya dapat digunakan
untuk perkebunan maupun persawahan. Selain itu, tanah tersebut menurut hukum
adat disebut tanah bebas yang mana tanah tersebut diberikan kepada rakyat untuk
dijadikan tanah perkebunan atau persawahan.Berikut kutipan penjelasan Opu
Pabicara Luwu.
“Menurut
hukum adat, tanah-tanah yang terdapat di Kerajaan Luwu ini terdiri dari dua
bahagian yaitu sebagian tanah bebas yang disebut tanahna Datu yaitu yang terdiri
dari bekas ladang atau kebun padi atau ladang yang disebut kabo atau kurra.Selain
dari tanah bebas, terdapat pula tanah yang tidak bebas yaitu terdiri dari pada
sawah yang sudah pernah diambil hasilnya, kebun sagu, kebun tanaman lama
seperti kebun kelapa, kebun mangga, dan lain-lain yang serupa dengan itu dan
empang”.[3]
Atas usaha pemerintah
Distrik Rante Balla bersama dengan Badan Penolong Pengungsi Rante Balla (BPPR),
pemerintah swapraja Luwu, pemerintah daerah Luwu, serta Datu Luwu maupun pihak
yang lain akhirnya pengungsi Rante Balla direncanakan untuk dipindah ke daerah
Pangalli (sekarang daerah Rantai Damai).[4]
Akhir tahun 1955
kira-kira bulan November, pengungsi Rante Balla yang berada di daerah Sukamulia
akhirnya mulai dipindahkan.[5]
Pengungsi menuju ke daerah Pangalli dengan berjalan kaki dan sebagian pengungsi
yang lain diangkut dengan menggunakan mobil truk.[6]
Proses perpindahan pengungsi ini dikawal oleh beberapa tentara dan perpindahan
ini dikoordinir oleh KPN Palopo yang dibantu oleh Kepala Distrik Walenrang dan
Kepala Distrik Rante Balla sendiri.[7]
Setelah menempuh perjalanan tersebut akhirnya para pengungsi tiba di daerah
Pangalli.
Disadur dari Buku "Rante Balla Kepingan Mozaik DI TII di Tana Luwu" Karya Ines Pradhana Ruso. Penerbit Stars Lub
Comments
Post a Comment