CARA BERPIKIR SEJARAH
Disadur dari Bahan Ajar M.Rafiuddin (SMA YPS Sorowako)
A. Pengertian Sejarah
1.
Menurut
asal katanya
Istilah sejarah bermula dari bahasa Arab “syajaratun”
yang artinya pohon atau keturunan atau asal usul yang kemudian berkembang
sebagai kata dalam bahasa Melayu “syajarah”, akhirnya menjadi kata
sejarah dalam bahasa Indonesia (Frederick
dan Soeroto, 1982:1). Jadi, kata pohon di sini mengandung pengertian suatu
percabangan geneologis dari suatu kelompok keluarga tertentu yang kalau dibuat
bagannya menyerupai profil pohon yang ke atas penuh dengan cabang serta
ranting-rantingnya serta ke bawah juga menggambarkan percabangan dari
akar-akarnya. Dengan demikian kata syajarah itu mula-mula dimaksudkan
sebagai gambaran silsilah/keturunan (Widja, 1988: 6).
Memang dalam
historiografi tradisional kebanyakan intinya memuat asal usul keturunan
(silsilah). Kata-kata seperti kisah, hikayat, tambo, riwayat, tarikh adalah
istilah yang sering dipakai untuk gambaran asal-usul tersebut.
Di negeri Barat
dikenal istilah dalam bahasa Inggris “history”. Kata ini sebenarnya
berasal dari bahasa Yunani kuno “istoria” yang berarti belajar dengan
cara bertanya (Ali, 2005: 11); Widja, 1988: 7). Kalau pengertian ini diluaskan
artinya, hakikatnya sudah mengacu pada pengertian ilmu. Pada mulanya belum
kelihatan adanya usaha membatasi pengertian pada gejala yang menyangkut
kehidupan manusia saja, tapi mencakup gejala alam secara keseluruhan. Dalam
perkembangan kemudian baru kelihatan munculnya dua istilah yaitu “scientia” yang
lebih mengkhusus pada penelaahan sistematis yang sifatnya non kronologis atas
gejala alam, sedangkan kata “istoria” lebih dikhususkan bagi penelaahan
kronologis atas gejala-gejala yang menyangkut kehidupan manusia.
Dengan demikian,
secara sederhana “sejarah” dapat didefinisikan sebagai peristiwa yang dialami oleh
manusia yang terjadi di masa lampau. Dengan pengertian sejarah
sebagaimana yang sudah disebutkan tersebut, maka ilmu sejarah adalah ilmu yang
mempelajarai peristiwa yang dialami oleh manusia yang terjadi di masa lampau.
2.
Menurut
pendapat para ahli
Herodotus: “Sejarah bukan berkembang dan
bergerak lurus ke depan dengan tujuan pasti, melainkan melingkar, yang tinggi
rendahnya disebabkan oleh keadaan manusia.”
Aristoteles: “Sejarah merupakan satu sistem yang
meneliti suatu kejadian sejak awal, tersusun dalam bentuk kronologi, memiliki bukti
atau catatan yang konkrit.“
R. G. Collingwood: “Sejarah adalah sebuah bentuk
penyelidikan tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh manusia pada masa
lampau.”
Edward Hellet Carr: “Sejarah adalah
dialog yang tak pernah selesai antara masa sekarang dan lampau, suatu proses
interaksi yang berkesinambungan antara sejarawan dan fakta-fakta yang
dimilikinya.”
Ibnu Khaldun: “Sejarah adalah catatan tentang manusia dan peradabannya
dengan seluruh proses perubahan secara nyata dengan segala sebab akibatnya”.
Sartono Kartodirjo: “Sejarah dibatasi oleh dua hal,
sejarah dalam arti objektif dan subjektif. Secara objektif, menunjuk pada
peristiwa atau kejadian itu sendiri. Secara subjektif, sejarah yang telah
ditulis sejarawan”.
Muhammad Yamin: “Sejarah adalah ilmu pengetahuan
yang disusun atas hasil penyelidikan dari berbagai peristiwa yang dapat
dibuktikan kebenarannya”.
Taufik Abdullah: “Sejarah
adalah tindakan manusia dalam
jangka waktu tertentu di masa lampau yang dilakukan di tempat tertentu”.
R. Moh. Ali: “Sejarah merupakan keseluruhan perubahan, dan
kejadian-kejadian yang benar-benar telah terjadi. Sejarah adalah ilmu yang
menyelidiki perubahan-perubahan yang benar-benar terjadi di masa lampau”.
B.
Kriteria Suatu
Peristiwa Sejarah
Masa lampau, merupakan masa yang telah
dilewati oleh masyarakat suatu bangsa, selalu terkait dengan konsep-konsep
dasar berupa waktu, ruang, manusia, perubahan, dan kesinambungan atau when,
where, who, what, why, dan How. Namun tidak semua peristiwa yang terjadi di
masa lampau dapat dikategorikan sebagai peristiwa sejarah. Berikut kriteria suatu peristiwa
sejarah:
1. Unik : Hanya terjadi sekali dan tidak
dapat diulang
2. Penting : Mempengaruhi kehidupan manusia
dengan cakupan yang luas
3. Abadi : Tidak berubah dan tetap dikenang sepanjang masa.
C.
Peranan Manusia sebagai Penggerak
Sejarah
Sejarah adalah
ilmu tentang manusia. Akan tetapi, manusia bukan monopoli kajian sejarah.
Ilmu-ilmu lain, seperti Sosiologi, Antropologi, Politik, Kedokteran, dan
sebagainya, juga mengkaji tentang manusia. Perbedaannya terletak pada titik
perhatian masing-masing ilmu. Sejarah mengkaji aktivitas manusia di segala
bidang dalam perspektif waktu.
Sejarah
merupakan pengalaman manusia dan ingatan manusia yang diceritakan. Dapat
dikatakan bahwa manusia berperan dalam sejarah yaitu sebagai pembuat sejarah
karena manusia yang membuat pengalaman menjadi sejarah. Manusia adalah penutur
sejarah yang membuat cerita sejarah sehingga semakin jelas bahwa manusia adalah
sumber sejarah (Ali 2005:102)
Dalam
catatan – catatan peristiwa masa lalu manusia terdapat konsep perubahan dan
keberlanjutan. Perubahan ini dapat diartikan sebagai segala aspek kehidupan yang terus
bergerak seiring dengan perjalanan kehidupan masyarakat dan membuat perbedaan. Heraclitus
mengatakan “Panta rei”, artinya tidak ada yang tidak berubah, semuanya
mengalir, masyarakat sewaktu-waktu bergerak dan berubah. Perubahan dapat terjadi secara cepat maupun
lambat. Sebagai contoh peristiwa pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki pada
tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Peristiwa tersebut berimbas pada menyerahnya
Jepang kepada sekutu. Yang dimaksud konsep perubahan dalam contoh diatas adalah
ketika Jepang di bom oleh Sekutu dalam waktu singkat Jepang mengaku kalah dan
menyerah kepada sekutu. Perubahan tersebut tergolong singkat. Sedangkan contoh
lain adalah penerapan politik etis di Hindia Belanda yang mendorong adanya
kebangkitan nasional pada awal abad XX. Arah perubahan
dibedakan atas keadaan yang lebih baik (progres) dan keadaan yang lebih buruk
(regres).
Dalam mempelajari sejarah, rangkaian peristiwa yang ada
merupakan peristiwa yang berkelanjutan. Kehidupan manusia saat ini merupakan
mata rantai dari kehidupan masa lampau, sekarang dan masa mendatang. Setiap
peristiwa tidak berdiri sendiri dan tidak terpisahkan dari peristiwa lain.
Roeslan Abdul Gani menyatakan ilmu sejarah dapat diibaratkan
sebagai penglihatan terhadap tiga dimensi, yaitu penglihatan ke masa silam,
masa sekarang, dan masa depan. Hal ini sejalan dengan Arnold J. Toynbee yang
mengatakan bahwa mempelajari sejarah adalah mempelajari masa lampau, untuk
membangun masa depan (to study history is to study the past to build
the future)
D.
Pengaruh Ruang dan Waktu terhadap Peristiwa Sejarah
Manusia hidup dan berkreativitas dalam
ruang dan waktu. Dalam ilmu sejarah, manusia dalam kegiatan dengan masyarakat
atau bangsanya merupakan kajian utama. Sejarah membahas aktivitas manusia pada
masa lalu. Namun, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bukan berarti
sejarah membahas aktivitas manusia secara keseluruhan. Kisah manusia tersebut
berkaitan dengan kehidupan manusia yang berkreasi dalam menghadapi kehidupannya.
Kisah manusia tersebut dibatasi oleh
waktu dan ruang, serta tempat manusia itu berada. Dari sudut pandang waktu
kreativitas manusia pada masa lampau berbeda dengan kreativitas manusia pada
masa kini. Demikian halnya dengan ruang. Pemahaman tentang ruang dan waktu
diperlukan untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara kronologis.
Dalam hal kreativitas manusia pada masa
lampau misalnya bagaimana manusia pada zaman batu makan, minum, berpakaian
serta melakukan perjalanan menjadi pengalaman yang diwariskan bagi masa-masa
sesudahnya. Sebagai contoh adalah bagaimana kreativitas manusia untuk melakukan
perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain. Dimulai dari berjalan kaki, memanfaatkan
tenaga hewan (kuda) sampai menggunakan teknologi sebagai sarana transportasi.
Kreativitas lainnya adalah penemuan roda
yang pada awalnya digunakan untuk memindahkan barang. Mereka lalu menggunakan
tenaga hewan sebagai penariknya. Selanjutnya, mereka menemukan suatu alat yang
mengubah air menjadi uap untuk dijadikan tenaga penggerak (motor). Demikian
seterusnya hingga mereka menemukan tenaga penggerak lain berupa bahan bakar
minyak.
Gambar 2: Perkembangan roda/ban dari
tiap zaman
(sumber: http://www.archivioguerrapolitica.org)
E.
Hubungan Tiga Dimensi
Sejarah Masa Lalu, Masa Sekarang, dan Masa yang Akan Datang
Kehidupan manusia masa kini merupakan akibat dari
perubahan di masa lalu. Cicero, seorang filsuf Romawi mengungkapkan bahwa
barang siapa yang tidak mengenal sejarahnya akan tetap menjadi anak kecil.
Kemudian sejarawan Sartono Kartodirdjo menambahkan barangsiapa yang lupa sama
sekali akan masa lampaunya dapat diibaratkan seperti mereka yang sakit jiwa
(Kartodirdjo, 1992:23).
Kedua ungkapan tersebut benar adanya. Seperti yang disebutkan
oleh Sartono Kartodirdjo bahwa mereka yang lupa akan masa lampaunya itu telah
kehilangan identitas dan oleh karena itu dapat membahayakan masyarakat di
sekitarnya. Hal itu disebabkan karena kelakuannya yang mungkin sudah tidak
menentu dan terlepas dari norma-norma atau nilai-nilai hidup yang berlaku di
masyarakat (Kartodirdjo 1992:23).
Gambar 3, Tahapan pertumbuhan manusia
Sumber Altundo.com
Peristiwa sejarah yang terjadi adalah sebuah
perubahan dalam kehidupan manusia. Sejarah mempelajari aktivitas manusia dalam
konteks waktu. Perubahan yang terjadi pada masa lalu mempengaruhi kehidupan
masa kini. Perubahan tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan manusia seperti
sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Masa lalu merupakan masa yang telah dilalui
oleh suatu masyarakat selalu berkaitan dengan konsep-konsep dasar berupa waktu
dan ruang.
Berkaitan dengan peristiwa sejarah yang merupakan
perubahan dalam kehidupan manusia di masa lalu, John Dewey (1959) menganjurkan
bahwa dalam penulisan sejarah harus menulis masa lampau dan sekarang. Sejarah
harus bersifat instrumental dalam memecahkan masalah masa kini atau sebagai
pertimbangan program aksi masa kini. Dengan kata lain John Dewey menyarankan
bahwa sejarah harus dapat memecahkan masalah masa kini. Ungkapan bahwa sejarah
harus dapat memecahkan persoalan pada masa kini menjadi semakin jelas jika kita
melihat situasi pada masa kini. Misalnya bencana banjir di beberapa kota di
Indonesia. Apakah peristiwa itu berdiri sendiri terlepas dari apa yang terjadi
di masa lalu? Atau memiliki kaitan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat?
Mungkin saja ada sebuah wilayah yang dahulu bebas dari banjir tetapi pada masa
kini menjadi wilayah yang rawan banjir dan menjadi langganan banjir. Sehubungan
dengan hal tersebut kita dapat menelusuri perubahan yang terjadi dalam kurun
waktu tertentu. Perubahan yang terjadi pada masa lalu memberikan pengaruh pada
kehidupan masa kini.
F.
Kemampuan Berpikir Kronologis
Kronologis mengandung arti pengetahuan tentang
urutan waktu dari sejumlah kejadian atau peristiwa. Pengetahuan ini sangat
penting dalam pelajaran sejarah yang senantiasa menekankan perlunya mengurutkan
seluruh kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan waktunya, yakni menempatkan
kejadian atau peristiwa yang terjadi lebih dahulu daripada yang terjadi
kemudian. Sebagai contoh: peristiwa yang terjadi pada tahun 1945 lebih
didahulukan dari pada peristiwa yang terjadi pada tahun 1946, atau peristiwa
yang terjadi pada bulan Januari lebih didahulukan daripada peristiwa yang terjadi
pada bulan Februari, atau peristiwa yang terjadi pada hari Senin lebih
didahulukan daripada peristiwa yang terjadi pada hari Selasa, atau peristiwa
yang terjadi pada jam 8 lebih didahulukan daripada peristiwa yang terjadi pada
jam 9.
Meski kemampuan berpikir kronologis merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam sejarah, namun sejarah tidak dapat disamakan
dengan kronik. Pengertian kronik adalah catatan peristiwa menurut urutan waktu
kejadiannya. Di dalam kronik hanya dilakukan pencatatan terhadap peristiwa
tanpa mempedulikan keterkaitan antara peristiwa yang pertama dengan yang kedua
dan selanjutnya. Sementara kronologi sangat menekankan keterkaitan antara
peristiwa yang pertama dengan yang kedua dan selanjutnya.
Kronologi memberikan gambaran waktu yang bersifat
linear, yakni waktu yang bergerak dari belakang ke depan, atau waktu yang
bergerak dari kiri ke kanan, atau waktu yang bergerak dari titik awal hingga
mencapai titik akhir. Oleh karena itu, gerakan waktu bersifat progresif karena
memandang perjalanan waktu sebagai proses perkembangan menuju kemajuan. Dalam
pandangan waktu yang bersifat linear dan progresif tersebut, pergerakan waktu
dibagi menjadi tiga dimensi waktu yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan. Di
antara dimensi waktu itu, sejarah mempelajari peristiwa yang terjadi pada masa
lalu. Namun, peristiwa masa lalu dalam sejarah mempunyai keterkaitan dengan
masa kini dan masa depan. Keterkaitan ketiga dimensi waktu itu berada dalam
kerangka berpikir kausalitas yang akan dijelaskan pada bagian yang lain dalam
modul ini.
Kebalikan dari berpikir kronologis adalah berpikir
anakronistis. Bila berpikir kronologis mengurut peristiwa berdasarkan urutan
waktu kejadiannya, maka anakronisma cara berpikir yang mencampuradukan atau
memutarbalikan urutan peristiwa sehingga memberikan pemahaman yang salah. Cara
berpikir anakronistis menyalahi gambaran waktu sebagai proses yang bergerak
menurut garis lurus dari awal hingga akhir. Gerakan waktu secara matematis
diukur dengan detik, menit dan jam. Satuan ukuran waktu yang lebih besar adalah
hari, minggu, bulan, tahun, windu, dasawarsa, dan abad. Anakronistis
menempatkan kejadian atau peristiwa yang terjadi lebih dahulu di belakang
kejadian atau peristiwa yang terjadi kemudian. Sebagai contoh: peristiwa yang
terjadi pada tahun 1942 lebih didahulukan dari pada peristiwa yang terjadi pada
tahun 1941, atau peristiwa yang terjadi pada bulan Februari lebih didahulukan
daripada peristiwa yang terjadi pada bulan Januari, atau peristiwa yang terjadi
pada hari Selasa lebih didahulukan daripada peristiwa yang terjadi pada hari
Senin, atau peristiwa yang terjadi pada jam 9 lebih didahulukan daripada
peristiwa yang terjadi pada jam 8.
G.
Kemampuan Berpikir
Periodisasi
Periodisasi adalah pembagian waktu menurut zamannya.
Istilah periodisasi dalam bahasa Indonesia sepadan dengan penzamanan atau
pembabakan. Ketiga istilah ini (peridisasi, penzamana dan pembabakan) mempunyai
pengertian yang sama, yakni pembagian waktu menurut zamannya.
.Kata periodisasi berasal dari kata periode. Dalam
bahasa Indonesia, kata periode mempunyai tiga pengertian: (1) kurun waktu, (2)
lingkaran waktu, dan (3) masa. Ketiga pengertian ini mengandung arti yang sama
yakni berkaitan dengan dimensi waktu. Oleh karena itu memahami periode menjadi
sangat penting dalam belajar sejarah karena dimensi waktu merupakan sesuatu
yang paling mendasar dalam ilmu sejarah. Periodisasi dalam ilmu sejarah
berfungsi untuk menyusun sistematika dalam penulisan sejarah.
Periodisasi diberikan berdasarkan caesuur atau
pembagian waktu yang diberikan. Pemberian caesuur diberikan oleh para pujangga
untuk historiografi tradisional, dan sejarawan untuk historiografi modern.
Keduanya mempunyai perbedaan sebagai berikut: Dalam historiografi tradisional
suatu zaman diberi nama menurut seorang raja yang memerintah, atau dinasti yang
memerintah, atau nama kerajaannya. Sebagai contoh masa Raja Hawam Wuruk dalam
sejarah Kerajaan Majapahit, Masa dinasti atau wangsa Syailendra dalam sejarah Kerajaan
Mataram Hindu yang mendirikan Candi Borobudur, atau sejarah kota Makasar pada
masa Kesultanan Gowa. Dalam historigrafi modern, pembagian waktu diberikan
berdasarkan penamaan kurun waktu, misalnya periodisasi dalam sejarah Eropa yang
dibagi menjadi tiga zaman, yaitu zaman kuno, zaman pertengahan dan zaman
modern. Pembagian ini diberikan oleh Christophorus.
Cellarius (1638-1707), seorang ahli sejarah klasik
Eropa berkebangsaan Jerman yang hidup pada abad ke-17. Dialah yang membagi
sejarah Eropa menjadi zaman kuno. pertengahan, dam modern. Setiap periode
diberikan batasan waktu 500 tahun. Berdasarkan pembagian waktu ini maka zaman
kuno Eropa berlangsung antara tahun 500 hingga tahun 1000, zaman pertengahan
Eropa berlangsung antara tahun 1000 hingga tahun 1500, dan zaman modern Eropa
berlangsung mulai dari tahun 1500 hingga sekarang.
Pembulatan waktu yang dilakukan Cellarius dalam
periodisasinya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam memahami perjalanan
sejarah bangsa Eropa menuju bangsa yang modern. Di samping pembulatan tahun,
para sejarawan juga menggunakan pembulatan berdasarkan abad. Sementara satu
abad berjumlah 100 tahun. OLeh karena itu pembulatan waktu berdasarkan abad
memahami sejarah suatu bangsa dalam kurun waktu setiap seratus tahun.
Sebagai contoh dalam historigrafi Barat dikenal
periodisasi yang membagi periodisasi menjadi periode Reformasi-Protestan untuk
sejarah Eropa pada abad ke-16, periode Rasionalisme untuk sejarah Eropa pada
abad ke-17, periode Pencerahan atau Aufklarung untuk sejarah Eropa pada abad
ke-18, dan peride Romantisme-Nasionalisme untuk sejarah Eropa pada abad ke-19.
Periodisasi juga diberikan para sejarawan Indonesia.
Pada tahun 1957 para sejarawan Indonesia membagi sejarah Indonesia menjadi enam
periode, yaitu (1) Jaman Prasejarah Indonesia, (2) Jaman Kuno, (3) Jaman
Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, (4) Abad
Kesembilanbelas, (5) Jaman Kebangkian Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda,
dan (6) Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia. Setiap periode tersebut
berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Jalam prasejarah berlangsung sebelum
abad masehi, jaman kuno beralngsung dari awal abad Masehi hingga tahun 1500,
jaman pertumbuhan dan perkembangan Kerajaan- Kerajaan Islam berlangsung dari tahun
1500 hingga tahun 1800, abad kesembilan belas berlangsung dari tahu 1800 hingga
tahun 1900, jaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda
berlangsung dari tahun 1900 hingga 1942, dan jaman Jepang dan Jaman Republik
Indonesia berlangsung dari tahun 1942 hingga sekarang.
Periodisasi sejarah Indonesia yang diberikan para
sejarawan Indonesia tersebut merupakan penggabungan dari pembulatan tahun dan
pembulatan abad serta pertistiwa-peristiwa politik yang dinilai sangat penting,
seperti tahun 1942, yaitu awal penjajahan Jepang di Indonesia yang menandai
berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia.
Dalam sejarah politik ada kebiasaan membuat
periodisasi berdasarkan pemilihan caesuur pada tahun pertistiwa penting, antara
lain akhir perang, awal revolusi, awal suatu pemerintahan, dan lain sebagainya.
Periodisasi seperti ini membuktikan bahwa ide pentingnya peranan perang,
diplomasi, dan peristiwa penting lain sangat menonjol. Jadi dominasi sejarah
politik dan perang sangat menentukan. Sebagai contoh adalah Revolusi Perancis
pada tahun 1789 yang dijadikan sebagai awal periode modern daam sejarah
Perancis. Dapat disimpulkan bahwa periodisasi dalam sejarah politik dilakukan
seara tajam.
Perubahan dalam sejarah struktural (sejarah sosial)
lebih lambat dari pada perubahan yang berlangsung dalam sejarah konjungtural
(sejarah ekonomi). Contoh sejarah struktural adalah perubahan struktur sosial
atau struktur kekuasaan. Keduanya tidak dapat terjadi secara mendadak dan
berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Perubahan dalam struktur sosial
sangat bergantung pada kemunculan golongan sosial baru. Kemunculan golongan
sosial baru ini menciptakan pola hubungan sosial yang baru pula di antara
golongan-golongan sosial tersebut.
Dari uraian di atas, periodisasi yang paling
sederhana adalah periodisasi dalam sejarah politik. Relatif lebih mudah
meetapkan caesuur masa pemerintahan penguasa, awal da akhir perang, atau
periode berdirinya suatu negara dan kerajaan daripada menentukan perubahan
konjungtural maupun structural. Kesulitan utama dalam membuat periodisasi
berkaitan dengan unit sejarah yang diambil. Semakin besar dan kompleks suatu
unit, semakin sulit menetapkan criteria tajam yang berlaku untuk seluruh unit.
Dalam menghadapi kesulitan-kesulitan itu perlu
diperhatikan bahwa periodisasi hanya suatu modalitas untuk memberi struktur
atau bentuk kepada waktu, tidak diperlukan kemutlakan dalam membuat pembatasan.
Yang paling pokok ialah memakai kriteria secara konsisten. Kriteria adalah
ukuran yang digunakan untuk menetapkan karakteristik zaman.
H. Kemampuan
Berpikir Diakronik dan Sinkronik
Kemampuan
berpikir diakronik dan sinkronik mempunyai beberapa perbedaan. Pengertian
berpikir diakronis adalah kemampuan memahami peristiwa dengan melakukan
penelusuran pada masa lalu. Sebagai contoh memahami Proklamasi Kemerdekaan
Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan menelusuri perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia sejak masa penjajahan Belanda pada abad ke-17.
Oleh karena itu cara berpikir diakronis sangat mementingkan proses terjadinya
sebuah peristiwa.
Sementara
berpikir sinkronik memahami peristiwa dengan mengabaikan aspek perkembangannya.
Cara berpikir sinkronik memperluas ruang dalam suatu peristiwa. Sebagai contoh
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dijelaskan dengan menguraikan berbagai
aspek, seperti aspek sosial, ekonomi, politik, dan hubungan internasioal. Oleh
karena itu cara berpikir sinkronik sangat mementingkan struktur yang terdapat
dalam setiap peristiwa.
Berpikir
diakronis merupakan cara berpikir yang khas sejarah, sementara berpikir
sinkronik merupakan cara berpikir yang khas ilmu-ilmu sosial. Dapat disimpulkan
bahwa cara berpikir sejarah itu bersifat diakronik, memanjang dalam waktu,
serta memetingkan proses terjadinya sebuah peristiwa. Sedangkan cara berpikir
ilmu-ilmu sosial itu bersifat sinkronik, melebar dalam ruang, serta
mementingkan struktur dalam satu peristiwa.
Cara
berpikir sinkronik sangat mempengaruhi kelahiran sejarah baru yang sangat
dipengaruhi perkembangan imu-ilmu sosial. Pengaruh itu dapat digolongan ke
dalam empat macam, yaitu konsep, teori, dan permasalahan.
1. Konsep
Bahasa latin conceptus yang berarti gagasan atau ide. Para sejarawan banyak
menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial. Sebagai contoh sejaawan Anhar Gonggong
dalam disertasinya tentang Kahar Muzakkar menggunakan konsep politik lokal
untuk menerangkan konflik antargologan di Sulawesi Selatan. Konsep ilmu sosial
lain yang digunakannya adalah konsep dari psykologi etnis yang terdapat dalam masyarakat
Sulawesi Selatan, yaitu sirik yang berarti harga diri atau martabat.
2. Teori
Bahasa Yunani theoria berarti kaidah yang mendasari suatu gejala, yang sudah
melalui verifikasi. Sebagai contoh adalah karya sejarawan Ibrahim Alfian, Perang
di Jalan Allah. Ia menerangkan perang Aceh dengan teori perilaku kolektif dari
ilmu sosial. Dalam teori itu diterangkan bahwa perilaku kolektif dapat timbul,
melalui dua syarat, yaitu ketegangan struktural dan keyakinan yang tersebar.
Dalam kasus perang Aceh yang diteliti Ibrahim Alfian dijelaskan adanya
ketegangan antara orang Aceh dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda
(ketegangan struktural), dan keyakinan yang tersebar di kalangan masyarakat
Aceh bahwa musuh mereka adalah golongan kafir. Pertentangan antara kafir dan
muslim itulah yang menghasilkan ideologi perang sabil.
3. Permasalahan
Dalam sejarah banyak sekali
permasalahan ilmu-ilmu sosial yang dapat diangkat menjadi topik-topik
penelitian sejarah. Soal seperti mobilitas sosial, kriminalitas, migrasi,
gerakan petani, budaya istana, kebangkitan kelas menengah dan sebagainya.
Sebagai contoh adalah karya sejarawan Sartono Kartodirdjo tentang perkembangan
peradaban priyayi yang ditulis berdasarkan permasalahan elite dalam
pemerintahan kolonial, kemunculannya, lambanglambangnya, dan
perubahan-perubahannya.
REFERENSI
Abdullah, Taufik (ed.). 2010.
Indonesia dalam Arus Sejarah. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Ali. R. Moh. 2005. Pengantar Ilmu
Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LKIS.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti
Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Kartodirdjo, Sartono.1992.
Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Kuntowijoyo, 2001. Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta: Bentang.
Sjamsudin,
Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Buku-buku
paket lainnya: Erlangga, Grafindo, Quadra, Yudhistira
Modul
Sejarah
Comments
Post a Comment